Monday, May 09, 2005

Bahasa Indonesia 'Tabrak Lari'

Tulisan ini bukan hujatan, bukan pula kecaman, hanya sebuah kesedihan
akan fenomena berbahasa yang menurut saya menyedihkan dan kerap menjadi bahan pemikiran saya. Dalam tulisan ini pula, saya tidak ingin menyalahkan siapapun, hanya mengungkapkan fenomena dan butuh masukan, apa yang perlu dibenahi bersama.

Saya selalu mengamati perkembangan bahasa Indonesia terutama masalah kosa kata yang berasal dari bahasa asing, meski banyak juga yang luput dari perhatian saya karena saya bukan praktisi bahasa. Dari dulu saya tertarik dengan bahasa namun tidak terlalu berminat untuk menjadikan bahasa sebagai pilihan bidang profesi. Bahasa saya anggap sebagai salah satu alat utama untuk berkomunikasi dan komunikasi ini mutlak terjadi dalam bidang profesi apapun.

Fenomena yang terjadi di masyarakat kita adalah penggunaan bahasa yang menurut saya kurang cermat. Penggunaan kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia mestinya bisa dihindari. Di berbagai bidang ilmu ini kerap terjadi. Yang paling sering adalah pada bidang teknologi dan ekonomi. Dalam tulisan ini saya ingin membahas yang berkenaan dengan bidang teknologi khususnya teknologi informasi.

Dalam konteks teknologi informasi, banyak sekali kata-kata Inggris yang sering kita ucapkan dalam penggunaan sehari-hari, meskipun cukup banyak di antaranya yang sudah ada padanan bahasa Indonesianya. Tidak digunakannya bentuk padanan Indonesianya ini, menurut saya, disebabkan dua faktor utama: (1) ketidaktahuan akan padanan tersebut dan (2) keengganan menggunakannya karena berbagai alasan. Faktor yang pertama disebabkan tidak adanya akses ke sumber padanan istilah. Penyebab ini semestinya bisa diatasi jika mau mencari sumber tersebut. Faktor yang kedua memiliki berbagai alasan di antaranya: (1) merasa canggung dengan istilah yang diindonesiakan karena memang sebagian tidak umum digunakan dan (2) merasa istilah dalam bahasa Inggrisnya lebih 'keren' diucapkan. Mestinya kita tidak perlu canggung menggunakan istilah dalam bahasa Indonesia. Jika bukan kita, siapa lagi? Apakah kita menunggu orang asing yang menggunakannya?

Dalam Panduan Pembakuan Istilah, Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 2 tahun 2001 tentang Penggunaan Komputer Dengan Aplikasi Komputer Berbahasa Indonesia(sumber:http://vlsm.org/etc/baku-0.txt), terdapat senarai padanan istilah yang bisa kita gunakan. Meskipun ada beberapa hal yang perlu kita cermati bersama, misalnya:
1. cache memory padanannya memori tembolok, memori singgahan
catatan: ada dua padanan, mengapa tidak ditetapkan salah satu saja? Jika memang ada dua penafsiran untuk dua kondisi yang berbeda tentu tidak jadi masalah
2. IP (identification personal) address padanannya alamat PI (personal
identifikasi)
catatan: setahu saya, IP merupakan singkatan dari Internet Protocol dan mestinya diterjemahkan sebagai Protokol Internet.

Terlepas dari beberapa permasalahan tersebut (dua di antaranya saya kutip dan beri catatan di atas), sebagian besar padanan istilah tersebut bisa kita gunakan. Tetapi memang menggunakannya gampang-gampang susah karena istilah komputer lebih akrab versi Inggrisnya untuk didengar. Sebagai contoh, saya pernah meminta kertas pada seseorang untuk mencetak suatu berkas. "Bisa minta kertas? Saya mau mencetak..." kata saya pada orang tersebut (maaf, ada bagian yang disamarkan menyangkut masalah etika karena ini kisah nyata)."Nyetak?" melihat dia bertanya balik dengan muka bingung maka saya katakan "Ngeprint". "O, ngeprint, kenapa bapak nggak bilang dari tadi?" katanya sambil tersenyum dan memberikan beberapa lembar kertas. Ternyata bagi orang tersebut istilah "ngeprint" lebih bermakna konotatif daripada "mencetak" untuk kasus mencetak dari komputer. Dalam bahasa lisan, kata "ngeprint" tersebut tidak salah namun ada baiknya kita membiasakan menggunakan padanannya.

Ada satu lagi fenomena kekurangcermatan berbahasa yang menurut istilah saya adalah "bahasa tabrak lari". Fenomena yang saya maksudkan adalah mencampuradukkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia baik dalam bahasa lisan maupun tulisan. Fenomena ini kerap terjadi baik pada forum formal maupun non formal. Bahkan, dalam tatap muka kegiatan berlajar mengajar di perguruan tinggipun hal ini kerap terjadi. Fenomena ini tidak hanya terjadi dalam konteks teknologi informasi.

Masyarakat umum cenderung untuk mencontoh dalam berbahasa. Apa yang didengar dan dibaca dari buku dan media massa biasanya ditiru. Mestinya kondisi ini bisa dimanfaatkan para penulis buku dan artikel di media cetak untuk mendidik masyarakat dalam penggunaan istilah ini. Jika istilah tersebut sering dibaca, tentu tidak akan menjadi sesuatu yang asing lagi. Sebagai contoh ketika istilah "privatisasi" muncul dan media massa memuatnya dalam berita di media elektronik dan cetak, dalam waktu sebentar saja istilah itu sudah akrab terdengar. Padahal, sebelumnya sudah ada istilah "swastanisasi" yang memiliki arti yang sama (dan terlupakan?). Coba bayangkan betapa media massa bisa menjadi media sosialisasi yang ampuh.

Dari pengamatan saya akan beberapa majalah dan tabloid yang isinya tentang teknologi informasi, sebagian besar masih menggunakan istilah komputer dalam bahasa Inggris. Namun ada salah satu tabloid yang nampaknya berusaha keras untuk menggunakan istilah dalam bahasa Indonesia. Ada juga yang menggunakan istilah yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia dan menggunakan istilah Inggris untuk yang tidak umum.
Istilah yang sering digunakan secara salah adalah kata peranti. Seringkali istilah ini digunakan dalam "peranti lunak" dan "peranti keras", mestinya "perangkat lunak" dan "perangkat keras". Kata peranti menurut hemat saya adalah padanan dari kata "device".

Siapakah atau lembaga apakah yang semestinya berperan dalam mensosialisasikan istilah-istilah ini? Pusat bahasa, media massa, perguruan tinggi, atau kita semua? Silahkan anda komentari tulisan ini.

No comments: