Kau punya cara tersendiri dalam menyayangiku. Dulu aku bahkan menganggapmu tak menyayangiku. Yang sering kualami dari dulu sejak aku kecil, kau hampir setiap kesempatan menjagaku dalam agar berada dalam batas yang telah kau gariskan. Saat aku menyeberangi garis itu maka peringatan keras kau berikan padaku.
Aku tetaplah aku yang dulu dalam anggapanmu. Seorang anak yang jadi perhatianmu. Anak yang sejak kelas 1 SD sudah dipesan untuk jadi seorang sarjana. Dulu kau bilang padaku, jika hanya ada satu orang anakmu yang bisa jadi sarjana, kau ingin itu aku.
Bertahun-tahun dalam hidupku sejak kecil di pundakku ada sebuah tanggung jawab yang dulu kuanggap beban. Berkali-kali aku bertanya dalam hatiku, mengapa harus aku? Aku bukanlah anak sulung bahkan mendekati bungsu. Namun itu justru membuatku jadi berpikir dan bersikap lebih dewasa dari usiaku. Aku sudah punya cita-cita yang mantap sejak kelas 1 SD itu. Cita-cita yang benar-benar kuwujudkan dan sempat kujalani.
Sejak aku kecil mungkin tingkahku selalu memusingkan pikiranmu. Aku yang suka berpikir dan berjalan dengan caraku sendiri. Berkata dan bersikap sesuai dengan yang kuyakini. Untunglah pada batas-batas tertentu kau beri toleransi atas segala caraku itu. Kau dulu bilang aku keras kepala dan suka membuat alasan.
Kini aku sudah beranjak tua dan kau pun sudah sangat tua. Kau masih saja seperti dulu, suka ngambek bila aku sedikit terlambat datang saat kau panggil untuk menemuimu. Seperti hari ini juga. Aku cuma terlambat datang sepuluh menit dan ponselku sudah berbunyi saat dalam perjalanan ke rumahmu.
Selamat ulang tahun ke-81, mami. Maafkan aku yang tak pandai membuatmu tersenyum bangga. Terima kasih karena selalu menyayangiku dengan caramu dan aku membalasnya dengan caraku. Semoga Allah selalu menyayangimu dan memberimu kesehatan sepanjang usiamu.